Jumat, 26 Oktober 2012

Guru, Pendidikan dan Kurikulum Jadi Satu




Gak kerasa (atau kerasa banget?) ternayata pendidikian formal yang aku tempuh udah bertahun-tahun dan masih akan berjalan terus karena mimpi yang masih buanyuak. Kalau diitung dari TK 2 tahun, SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun dan kuliah 5 tahun yang masih dilajani hampir 2 tahun. Rencana sekolah selanjutnya juga masih ada, dari mulai mau ngelanjutin S2 sampai sekolah fashion impian yang mahal-mahalnya minta ampun itu :’). Ternyata sekolah atau kuliah atau apapun  itu lama banget, puluhan tahun ya. Meskipun esensinya kita belajar memang bukan cuma saat bel bunyi di pagi hari dan bunyi lagi siang hari. Perjalan ke kampus naik angkot pun aku sering dapet pelajaran banyak, pelajaran hidup sih, bukan pelajaran tentang gimana nasi yang kita makan melalui perjalan panjang dalam tubuh. Itu sebabnya kalau ada orang bilang tentang buruknya naik angkot, aku bilang nggak. Seru koq :D

Naik angkotpun  juga bisa jadi guru luar biasa yang beri banyak pelajaran. Guru bukan sekedar orang yang sekolah tinggi bergelar S.Pd atau berlomba-lomba tes CPNS bahkan gak jarang butuh puluhan juta uang untuk jadi PNS buat jaminan masa tua. Bukan, bukan Cuma itu. Ibu rumah tangga yang entah apapun pendidikannya ngasih tau anaknya, atau jadi guru PAUD di kampungnya juga guru bukan?. Kalau kamus bahasa indonesia bilang, guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar, menurutku bukan. Di bagian bawah buku tulis juga ada kata-kata “experience is the best teacher”. Yes! Aku setuju yang itu, yang itu tuh. Kalau kita bukan hanya belajar dari orang yang berdiri dikelas memimpin kegiatan belajar. Jaman kuliah , orang yang mengajar didepan kelas namanya juga bukan guru , namanya Dosen. Tapi aku jarang menyebut dosen dih, aku lebih senang nyebut guru, entah kenapa.

 Meskipun rasanya kuliah beda sama sekolah meskipun esensinya sama, cari ilmu. Tapi entah kenapa ini untung atau entah apa, aku selalu dapat sekolah  atau kampus yang sistem maupun kurikulumnya beda dengan kebanyakan sekolah.  Bedanya , aku selalu belajar disekolah yang kalau materinya udah dipakai ujian sebelumnya atau ya sebutlah uts, di ujian selanjutnya pasti materi itu gak ada. Harusnya seneng kan ya? Iya sih aku seneng banget hahaha, Cuma agak heran karena pepi selalu dapet sekolah yang materinya dipakai ujian beberapa kali. Heran aja aku jadi belajarnya gak pernah ngulang yang dulu-dulu, gak pernah belajar tentang masa lalu *halah*. Oiya Pepi itu saudaraku seumuran yang selalu beda sekolah tapi baju sering samaan (pas kecil sih), Cuma jaman kuliah ini aja almamater kita sama. Maafkan jadi curhat :p

Di kampusku sekarang, fakultas keperawatan unair, kurikulumnya juga sempat berubah dari jamannya senior dan jamanku sekarang. Kalau dengar cerita dari senior, mereka tidak belajar dengan kurikulum per sistem macam jamanku , mereka belajar per departemen dalam keperawatan. Jadi mereka belajar Keperawatan dasar, keperawatan medikal bedah, jiwa dan komunitas dan lain-lainnya seperti itu. Lah jamanku belajar per sistem dalam tubuh macem keperawatan kardiovaskuler, keperawtan respirasi, keperawtan neuro dan lainnya. Setauku kurikulum itu berubah sejak fakultas kita pindah dari kampus A ke kampus C. Dan menurut cerita temanku, ternyata malah sekarang ini, hampir semua fakultas keperawatan yang ada di indonesia  menggunakan kurikulum per departemen. Nah loh , halooo, macem mana. Sejauh ini aku belum ngerti banget tentang perbedaan itu dan yang mana yang sebaiknya digunkan. Tapi secara general, sekolah keperawatan sekarang sudah menerapkan kurikulum Ners. Kurikulum Ners ini terdapat 2 (dua) tahap program pendidikan yaitu tahap program akademik dan tahap program profesi. Lulusan tahap akademik adalah Sarjana Keperawatan yang disingkat S.Kep. dan lulusan tahap profesi adalah Ners (sebagai perawat professional). Jadi kalu lulus nanti namaku jadi Dina Rosita S.kep.,Ners begitu hihi amin. Jangan sedih, kalau mau ngelanjutin S2, S3 bahkan spesialis juga bisa. Tapi untuk sekolah spesialis masih jarang kampus yang dituju, setauku baru Universitas Indonesia. Jadi jangan anggap perawat itu pesuruh ya, kita sekolahnya susah :’).

Temenku pernah ngasih lihat tentang seorang anggota DPR yang Terhormat, beliau wanita dan bilang , kalau mau di sejajarkan dengan dokter ya ngapain  kuliah perawat. Begitu kata beliau ketika ada sidang tentang RUU keperawatan. Nope ibu DPR yang terhormat, kita bukan mau jadi dokter atau sejajar, hanya saja dokter tidak bisa kerja tanpa kita begitu juga sebaliknya. Masa di indonesia,kasarnya perawat masih seperti setara pembantu sementara diluar negeri perawat dihargai mahal. RUU keperawatan yang bisa “naikin” kita juga belum di sah kan. Beberapa kali ada demo, di daerah maupun di senayan juga udah pernah. Tapi aku sih gapernah ikut, entah aku belum tau esensinya demo haha . Ternyata ada loh hadist tentang demo , subhanalla. Bunyinya “janganlah semua ikut berjihad, kenapa tidak tinggal sebagian dari kamu utk tetap menuntut ilmu, agar saat yg berjihad tadi kembali masih ada yg bisa mengajarkan ilmunya”.  . Karena sudah ada teman-teman yang berjuang, jadi tugas kita yang tidak ikut demo ya belajar sambil berdoa , semoga sidangnya segera selesai dan berjalan lancar dengan terwujudnya cita-cita perawat se-indonesia. Supaya kita nggak dipandang sebelah mata :))))



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...